Judi online atau judol jadi fenomena yang memprihatinkan di Indonesia. Hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama menengah ke bawah terjangkit judi online. Kemiskinan dan ketidaktahuan menjadi faktor utama masyarakat terpapar.
Ketidaktahuan menjadi momok afiliator untuk memasarkan judi online lewat iklan yang disamarkan sebagai aplikasi permainan yang normal. Kemiskinan dan sulitnya mencari pekerjaan, menarik masyarakat masuk dalam jaringan judi online karena menjanjikan kemenangan besar dengan mudah dan cepat.
Tanpa mereka sadari risiko dan dampak negatif judi online, mereka menganggap judi online sebagai solusi instan dalam masalah ekonomi agar cepat keluar dari problem keuangan.
Kegiatan ekonomi sendiri, dalam Islam, menempati posisi yang vital. Ekonomi menjadi salah satu unsur yang masuk kategori Al-Kulliyatul Khamsah (5 prinsip universal), yaitu hifzhul mal (menjaga harta).
Imam As-Syatibi menilai hifzhul mal dari aspek proteksi (min janibil ‘adam) dan proyeksi (min janibil wujud). (Al-Muwafaqat, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2011], juz II, halaman 7).
Artinya, dalam kegiatan ekonomi harus memperhatikan rambu-rambu syariat, tidak hanya saat mengonsumsi (min janibil ‘adam) yang halal dan baik, tetapi saat mengembangkannya (min janibil wujud) harus halal dan baik, saat produksi dan distribusinya.
Secara garis besar tujuan asasi perekonomian dalam Islam mengentaskan kemiskinan dan menyeimbangkan peredaran ekonomi di tengah umat dengan halalan thayyiban sebagai prinsip. Tidak menimbulkan kekacauan semisal judi yang tidak halal dan tidak baik.
Judi Penyakit Sosio-Ekonomi Judi online maupun offline berikut ragamnya bukanlah solusi untuk mengatasi persoalan ekonomi, apalagi mengentaskan kemiskinan. Dari aspek legal-formal hukum syariat, judi ilegal dengan landasan dalil yang kuat sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berhala, dan undian adalah najis (dan) termasuk pekerjaan setan, maka jauhilah agar kalian beruntung. (QS Al-Maidah: 90).
Dalam ayat Allah melarang aktivitas ekonomi dari perjudian dengan menyebutkan alasan. Dalam istilah ushul fiqih, 'illatul hukmi (legal reasons). Pertama, rijsun (sesuatu yang kotor). Kedua, perbuatan setan. Syekh Wahbah Az-Zuhaili berpendapat terkait pengertian rijsun.
والرجس: القذر حسا ومعنى، عقلا وشرعا
Artinya, “Rijsun adalah berarti kotor secara lahiriah dan maknawi, baik secara akal maupun syariat.” (At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Dar Al-Fikr: 1991], juz VII, halaman 39).
Dari pengertian tersebut maka aktivitas ekonomi melalui judi adalah kotor secara kasat mata, maknawi, akal, dan syariat. Judi juga memiliki pengertian najis secara maknawi.
Artinya perjudian adalah penyakit sosio-ekonomi yang berbahaya terhadap kestabilan ekonomi dan keharmonisan sosial. Di saat yang sama, judi termasuk permainan setan yang menunjukkan judi sebagai penyakit spiritual.
Hal ini relevan dengan ayat selanjutnya, saat Allah menyebutkan hikmah tasyri’ keharaman judi–yang memiliki illat rijsun dan perbuatan setan–berupa kebencian dan permusuhan sebagai representasi penyakit sosio-ekonomi. Juga, lalai dari mengingat Tuhan dan shalat sebagai representasi dari penyakit spiritual. Allah berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنْ الصَّلَاةِ ۚ فَهَلْ أَنتُم مُنتَهُونَ
Artinya, “Sesungguhnya setan ingin menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui khamar dan judi, dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Maka, apakah kalian akan berhenti?” (QS Al-Maidah: 91).
Judi Menciptakan Kesenjangan Sosio-Ekonomi Alih-alih mengentaskan kemiskinan dan menyeimbangkan peredaran kekayaan, justru aktivitas ekonomi perjudian menjerumuskan masyarakat dalam kesenjangan sosio-ekonomi dan kebencian sosial. Sebab, dalam judi, keuntungannya hanya diraup satu pihak.
Peredarannya hanya berpusat pada bandar atau segelintir, sementara kebanyakan orang menangung kekalahan. Padahal, dalam prinsip universal ekonomi adalah saling menguntungkan sama lain. Misal aktivitas ekonomi berupa jual-beli.
Pembeli untung karena mendapatkan barang dan memenuhi kebutuhannya. Penjual mendapat keuntungan dari modal awal. Sementara judi hanyalah menguntungkan satu pihak (bandar), tidak pihak lain. Syekh Wahbah menegaskan:
والميسر الذي يؤدي إلى الربح بلا عمل ولا تجارة، وخسارة الطرف الآخر يؤجج في النفس نار العداوة والبغضاء، وكثيرا ما تقاتل المتقامران وحدث بينهما السباب والشتم والضرب الشديد
Artinya, “Dan perjudian–yang menghasilkan keuntungan tanpa kerja keras atau tanpa perdagangan, serta menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya–memicu api permusuhan dan kebencian dalam jiwa. Seringkali para penjudi bertengkar dan terjadi celaan, makian, serta pemukulan yang keras di antara mereka.” (Az-Zuhaili, VII/44).
Judi Bukan Solusi sebagai Masalah Ekonomi
Judi dapat menyebabkan efek adiktif dan kecanduan yang serius, yang mengarah pada kerugian finansial secara signifikan. Karena individu yang kecanduan judi sering kali menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan.
Imam Al-Baghawi mengutip Imam Qatadah dalam mengatakan:
قَالَ قَتَادَةُ: كَانَ الرَّجُلُ يُقَامِرُ عَلَى الْأَهْلِ وَالْمَالِ ثُمَّ يَبْقَى حَزِينًا مَسْلُوبَ الأهل والمال مغتاظا على خرقائه
Artinya, “Qatadah berkata: “Ada seseorang yang berjudi dengan mempertaruhkan keluarga dan hartanya, lalu ia menjadi orang yang sedih, kehilangan keluarga dan hartanya, serta murka kepada orang yang telah mengalahkannya.” (Al-Baghawi, Ma'alimut Tanzil fi Tafsiril Qur'an, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-'Arabi: 2000], juz II, halaman 81).
Hal senada juga disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali As-Shabuni:
وأما الميسر (القمار) فإنه يفقد الإنسان الإحساس والشعور حال انشغاله باللعب، حتى لا يبالي بالمال يخرج من يده إلى غير رجعة، طمعاً في أن ينال أكثر منه
Artinya, “Adapun judi (maisir) itu membuat seseorang kehilangan kesadaran dan perasaannya ketika dia sibuk bermain, sehingga dia tidak peduli dengan harta yang habis dari tangannya tanpa ada kesempatan untuk kembali, dengan khayalan akan mendapatkan harta lebih banyak dari judinya”. (Rawai' Al-Bayan, [Beirut, Maktabah Al-Ghazali: 1980], juz I, halaman 568).
Dapatkan update informasi pilihan dan berita terbaru setiap hari dari Nuoku.or.id.
Merawat Jagad Membangun Peradaban.
Get all latest content delivered to your email a few times a month.